Produk pangan asal hewan merupakan salah satu sumber zat gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Namun, produk pangan asal hewan ini, akan menjadi tidak berguna dan dapat membahayakan kesehatan manusia apabila produk tersebut tercemar oleh bakteri patogen (Prameswari et al., 2019). Susu dan produk susu lainnya sangat penting sebagai sumber protein berkualitas tinggi serta alami. Bentuk mikronutrien yang tersedia, penting untuk mencegah stunting, termasuk vitamin A, vitamin B12, zat besi, yodium, seng, asam folat dan kolin, dan beberapa lainnya termasuk tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), asam pantotenat (vitamin B5), vitamin D3, vitamin B6, kalsium, fosfor, selenium, dan kalium (Adesogan dan Dahl, 2020).
Susu merupakan bahan organik yang menjadi sarana pertumbuhan maupun penyebaran bakteri. Bakteri patogen akan mudah mencemari susu, selama penanganannya tidak memperhatikan kebersihan. Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan proses pemerahan serta sanitasi yang kurang baik dapat menurunkan kualitas susu (Prameswari et al., 2019). Menurut Hijriah et al. (2016), pencemaran pada susu selama proses pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber, seperti kulit sapi, air, tanah, debu, dan peralatan. Kandungan pada susu disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu dapat menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Wijaya et al., 2021).
Apabila susu atau pangan asal hewan tersebut terkontaminasi oleh penyakit patogen atau racun maka akan menyebabkan sakit. Penyakit bawaan makanan atau yang biasa disebut dengan foodborne illness atau foodborne disease (FBD) adalah penyakit akut yang berhubungan dengan konsumsi makanan (Rochmi et al., 2017; Gupta dan Maurya, 2019). Penyakit bawaan makanan ini adalah salah satu masalah kesehatan yang serius, paling banyak muncul, dan mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia (Gupta dan Maurya, 2019; Anditiarina et al., 2020).
Bahaya dari penyakit bawaan makanan dapat kita lihat dari manifestasi kliniknya. Beberapa di antaranya yang paling umum adalah diare, mual-mual, dan muntah. Namun, perlu digarisbawahi bahwa diare akibat keracunan oleh mikroba ini dapat berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan tepat (Nadiya dan Asharin, 2016). Pada kasus Penyakit bawaan makanan, mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus penyakit bawaan makanan dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian (Rochmi et al., 2017). Kebanyakan, dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme patogen seperti bakteri, virus, parasit, protozoa serta racun alami, bahan kimia, dan agen fisik yang dapat dibawa oleh makanan (Rochmi et al., 2017; Anditiarina et al., 2020). Infeksi bakteri yang dapat ditularkan antara lain Cholera, Salmonellosis, demam tifoid, dan Eschericia coli (Anditiarina et al., 2020).
Jaminan keamanan pangan asal hewan menjadi sangat penting dalam rangka pencegahan penyebaran penyakit asal hewan ke manusia, sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan dalam hal kontrol kualitas susu yang beredar dan didistribusikan ke konsumen (Prameswari et al., 2019). Pencegahan terjadinya penyakit bawaan makanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari rantai produksi awal di peternakan hingga ke tingkat konsumen, antara lain:
- Kegiatan sanitasi dan pencegahan kontaminasi bakteri mulai dari pemerahan hingga penanganan susu (Zajac et al., 2015).
- Peningkatan kesehatan hewan melalui vaksinasi dan kontrol pemeriksaan hewan (LeJeune dan Rajala-Schultz, 2009).
- Peningkatan sanitasi dan kebersihan operator dan peralatan pada saat sebelum, selama, dan setelah pemerahan (LeJeune dan Rajala-Schultz, 2009).
- Perbaikan proses dan penanganan susu mulai dari penerimaan bahan baku susu segar dan penyimpanan susu (Wijaya et al., 2021).
- Proses pasteurisasi susu:
- High Temperature Short Time (HTST), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 80 derajat Celcius dalam waktu 1 menit.
- Low Temperature Long Time (LTLT), yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60 derajat Celcius dalam waktu 30 menit.
- Ultra High Temperature (UHT), yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130 derajat Celcius selama hanya 0,5 detik saja (Putra dan Jumiono, 2021)
- Perlakuan setelah susu kemasan dibuka, maka harus disimpan di dalam refrigerator atau lemari es (suhu 3-5 derajat Celcius) dan sebaiknya segera dihabiskan dalam jangka waktu 7-10 hari (Putra dan Jumiono, 2021).
Pemahaman masyarakat dan konsumen tentang kualitas pangan asal hewan, khususnya susu, secara tidak langsung mendukung Pembangunan Nasional Berkelanjutan yaitu sebagai bagian dari implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) Kedua yaitu “Zero Hunger” dan Ketiga yaitu “Good Health and Well-Being”. Implementasi SDGs yang kedua bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, peningkatan nutrisi, dan mempromosikan pertanian berkelanjutan, sedangkan SDGs yang ketiga bertujuan memastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua orang di segala usia, sangat penting untuk keberlanjutan hidup manusia.
Penulis Naskah: drh. Nur Ika Prihanani, M.Sc.
Referensi:
Adesogan, A.T., dan Dahl, G.E. 2020. Milk symposium introduction: dairy production in developing countries. Journal of Dairy Science. 103:9677–9680 https://doi.org/10.3168/jds.2020-18313.
Anditiarina, A., Wahyuningsih, S., Afian, F., dan Mulyawan, W. 2020. Pencegahan foodborne disease selama penerbangan dengan penerapan prinsip keamanan pangan (food safety) oleh awak kabin dalam pesawat. Jurnal Kedokteran. 06(01). p-ISSN 2460-9749. e-ISSN 2620-5890
Gupta, E. and Maurya, N.K. Chapter-1 Foodborne illness: pathogens and diseases. https://www.researchgate.net/publication/333609594 [diakses 10 Maret 2024]
Hijriah, P. F., Santoso, P. E., & Wanniatie, V. 2016. Status mikrobiologi (total plate count, Coliform, dan Escherichia coli) susu kambing peranakan etawa (PE) di Desa Sungai Langka Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 4(3): 217-221.
LeJeune, J.T., dan Rajala-Schultz, P.J. 2009. Unpasteurized milk: a continued public health threat. Clinical Infectious Diseases 48:93–100. Infectious Diseases Society of America. DOI: 10.1086/595007
Nadiya, A.N. dan Asharina, I. 2016. Beberapa mikroba patogenik penyebab foodborne disease dan upaya untuk menurunkan prevalensi foodborne disease di Indonesia. https://www.researchgate.net/publication/318116513
Prameswari, R.A., Sarudji, S., Praja, R.N., Tyasningsih, W., Yunita, M.N., dan Yudhana, A. 2019. Deteksi residu antibiotik oksitetrasiklin pada susu kambing peranakan etawah di Kelurahan Kalipuro, Banyuwangi dengan Uji Bioassay. Jurnal Medik Veteriner. 2(2) : 112-118. DOI: 10.20473/jmv.vol2.iss2.2019.112-118
Putra, I.A. dan Jumiono, A. 2021. Proses pengolahan susu ultra high temperature (UHT) beserta kemasan yang berpengaruh terhadap masa simpan. Jurnal Ilmiah Pangan Halal 3 (1)
Rochmi, S.E., Wahjuni, R.S., dan Atik Y, M.G. 2017. Upaya pencegahan foodborne disease melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap higiene sanitasi makanan di Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. Agroveteriner. 6(1)
Suwito, W. 2010. Bakteri yang sering mencemari susu: deteksi, patogenesis, epidemiologi, dan cara pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (3)
Wijaya, A.A., Hamid, I.S., Yunita, M.N., Tyasningsih, W., dan Praja, R.N. 2021. Uji most probable number Escherichia Coli pada susu sapi segar di KPSP Ijen Makmur, Licin, Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner. 4(2): 207-212. DOI: 10.20473/jmv.vol4.iss2.2021.207-212. https://e-journal.unair.ac.id/JMV
Zajác, P., Čapla, J., Vietoris, V., Zubrická, S. And Čurlej, J. 2015. Effects of storage on the major constituents of raw milk. Scientific Journal for Food Industry. 9(1): 375-381. DOI:10.5219/518