Kambing S
apera dikenal sebagai salah satu ras unggulan dalam produksi susu karena mampu menghasilkan susu dalam jumlah relatif tinggi dengan kualitas gizi yang baik, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai sumber susu alternatif bagi masyarakat Indonesia. Kambing Sapera sendiri merupakan hasil persilangan antara kambing Saanen dan Peranakan Ettawa (PE) yang menggabungkan keunggulan dari kedua ras tersebut, menjadikannya pilihan unggul dalam usaha peternakan perah di Indonesia. Dibandingkan dengan Saanen yang berasal dari daerah beriklim dingin, Sapera lebih adaptif terhadap iklim tropis karena mewarisi daya tahan dari PE, sekaligus tetap memiliki produktivitas susu tinggi seperti Saanen. Selain itu, tubuhnya yang lebih kokoh dan tidak terlalu besar memudahkan dalam pemeliharaan, sementara sifat jinak dan pertumbuhan yang relatif cepat menjadikan Sapera lebih ekonomis dan efisien bagi peternak lokal. Kombinasi ini menjadikan kambing Sapera alternatif ideal untuk produksi susu kambing dalam skala kecil hingga menengah.
Namun, produksi susu kambing Sapera juga rentan terhadap ancaman patogen seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Streptococcus agalactiae, Coagulase Negative-Staphylococci dan patogen lainnya yang dapat menyebabkan mastitis pada kambing, yaitu peradangan pada ambing yang menurunkan kualitas dan kuantitas susu. Jika susu yang terkontaminasi tidak dipasteurisasi dengan baik, patogen tersebut juga berisiko menyebabkan keracunan makanan pada manusia, seperti diare, muntah, atau infeksi saluran pencernaan.
Penelitian yang berkaitan dengan patogen pada susu kambing Sapera belum banyak dilaporkan, hal tersebut menjadi salah satu topik riset dosen Prodi Tekvet, drh. Fatkhanuddin Aziz, M.Biotech., Ph.D bersama dengan 6 orang mahasiswa Tekvet angkatan 2021. Sebagian data penelitian telah dipublikasikan dengan judul “Identifikasi dan karakterisasi resistensi antibiotik bakteri Staphylococcus aureus pada susu segar kambing Sapera di Sleman, Yogyakarta” yang dipublikasikan di Jurnal Veteriner (Vol. 26, No. 2, hlm. 175–188). Publikasi tersebut menggambarkan upaya sistematis dalam mendeteksi keberadaan dan profil resistensi S. aureus pada sampel susu kambing Sapera. Melalui isolasi bakteri dari susu segar menggunakan teknik kultur, serta pengujian fenotipik seperti uji koagulase dan Kirby‑Bauer untuk menentukan kepekaan antibiotik, penelitian menunjukkan bahwa sebagian isolat S. aureus mengandung gen dan sifat resistensi terhadap golongan β‑laktam seperti penisilin dan ampisilin, serta golongan tetrasiklin dan makrolida.
Temuan tersebut menegaskan bahwa meskipun susu Sapera memiliki potensi tinggi sebagai sumber gizi, keberadaan patogen resisten ini dapat menurunkan mutu susu dan menimbulkan risiko kesehatan bagi konsumen, terutama jika pengolahan susu tidak memadai. Publikasi tersebut menyoroti pentingnya monitoring rutin, pengelolaan yang higienis, dan pengendalian penggunaan antibiotik untuk menjaga keamanan dan kelayakan susu kambing Sapera. Penelitian tersebut secara langsung mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya nomor 2 (Zero Hunger) dan 3 (Good Health and Well Being).