Antimicrobial Resistance (AMR) atau resistensi antibiotik adalah kondisi di mana mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit menjadi kebal terhadap obat-obatan yang sebelumnya efektif, seperti antibiotik,
antivirus, atau antijamur. Situasi terkini menunjukkan bahwa AMR semakin meningkat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Bakteri yang resisten menyebabkan infeksi yang lebih sulit diobati, memperpanjang masa perawatan, meningkatkan biaya medis, dan meningkatkan angka kematian. Penyalahgunaan dan penggunaan berlebihan antibiotik di sektor kesehatan manusia dan pertanian (khususnya peternakan/kesehatan hewan), serta kurangnya pengembangan obat baru, semakin memperburuk masalah ini. Mengatasi AMR sangat penting untuk menjaga efektivitas pengobatan yang ada, melindungi kesehatan masyarakat, serta mencegah terjadinya krisis kesehatan global yang lebih besar di masa depan.
Sektor peternakan dan kesehatan hewan berkontribusi signifikan terhadap berkembangnya resistensi antibiotik melalui penggunaan antibiotik secara berlebihan dan tidak tepat dalam pencegahan, pengobatan, dan agen pemacu pertumbuhan hewan. Antibiotik sering diberikan kepada hewan meskipun mereka tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, atau digunakan dalam dosis yang tidak sesuai. Hal tersebut dapat mendorong bakteri untuk berkembang menjadi resisten. Selain itu, penggunaan antibiotik di peternakan juga dapat menyebabkan kontaminasi lingkungan, seperti tanah dan air, melalui limbah hewan yang terinfeksi, yang memperburuk penyebaran resistensi yang tidak terkendali. Praktik-praktik ini meningkatkan kemungkinan bahwa bakteri resisten dapat berpindah dari hewan ke manusia melalui rantai makanan atau kontak langsung, sehingga memperburuk masalah resistensi antibiotik secara global.
Terkait dengan pentingnya mengatasi resistensi antibiotik secara global, atas dukungan dari Antimicrobial Resistance Research Center, National Institute of Infectious Diseases (AMRC-NIID), Jepang, dosen Prodi Tekvet drh. Fatkhanuddin Aziz, M.Biotech., Ph.D menghadiri Tokyo AMR One-Health Conference 2025 yang diselenggarakan pada 18-19 Februari 2025 di Jepang. Kesempatan baik ini digunakan untuk meningkatkan wawasan terkait situasi dan strategi AMR secara global dan membangun relasi kerjasama multinasional dengan berbagai institusi negara-negara lain. Selanjutnya 20-21 Februari juga melakukan short visit di AMRC-NIID untuk belajar genomic analysis dan diskusi kolaborasi riset.
Pendidikan tinggi memainkan peran kunci dalam menghadapi masalah global terkait resistensi antibiotik dengan menghasilkan riset yang mendalam, mengembangkan solusi inovatif, serta mempersiapkan tenaga profesional yang terampil dalam bidang mikrobiologi, farmasi, kedokteran, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat. Pendidikan tinggi juga berkontribusi dalam menyebarkan pengetahuan kepada masyarakat dan menyiapkan tenaga kesehatan hewan mengenai penggunaan antibiotik yang bijaksana, serta pentingnya pengendalian infeksi dan kebijakan yang lebih ketat dalam penggunaan antibiotik di sektor kesehatan dan peternakan. Hal ini sangat penting untuk membentuk kesadaran dan membangun kolaborasi global dalam mengatasi resistensi antibiotik.
Prodi Tekvet melalui jalur pendidikan, berkontribusi dalam mengatasi resistensi antibiotik di Indonesia. Materi terkait resistensi antibiotik telah diajarkan dalam perkuliahan, termasuk keterampilan praktik determinasi karakter resistensi pada bakteri, residu antibiotik pada daging dan sebagainya. Selain itu, penelitian dan publikasi dosen-mahasiswa Prodi Tekvet juga telah banyak dilakukan terkait resistensi antibiotik bakteri asal isolat berbagai produk asal hewan. Prodi Tekvet berkomitmen menyiapkan tenaga kesehatan hewan terampil guna mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) no 2, 3, dan 4.
Penulis naskah: drh. Fatkhanuddin Aziz, M.Biotech., Ph.D.