

Kabupaten Dompu terletak di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dompu diketahui merupakan salah satu wilayah dengan sistem peternakan sapi potong yang dilakukan secara ekstensif. Sistem pemeliharaan ternak secara ekstensif dilakukan dengan cara melepaskan ternak di lahan penggembalaan selama periode pemeliharaan, pakan bergantung kondisi alam dan musim, serta minim intervensi terhadap ternak (Hilmiati et al., 2019). Mayoritas peternak di Dompu melakukan kegiatan pemeliharaan ternak secara tradisional dengan cara menggembalakan ternak di padang umbaran atau di lahan pribadi, serta mengintegrasikan crop cow dengan memanfaatkan limbah pertanian (jagung, kacang hijau, padi). Pemerintah daerah melalui Dinas Peternakan juga terus mendukung sektor peternakan dan kesehatan hewan di Dompu melalui program khusus yaitu vaksinasi ternak rutin per tahun dan registrasi ternak.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pangan yang aman, sehat, bermutu, dan bergizi, Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta bekerja sama dengan Program Studi Sarjana Terapan Teknologi Veteriner melaksanakan kegiatan Diseminasi Mutu dan Keamanan Pangan Segar Asal Hewan (PSAH) di wilayah Pilahan, Kelurahan Rejowinangun, Kemantren Kotagede, Kota Yogyakarta. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 14 Oktober 2025, berupa penyampaian materi yang disampaikan oleh drh. Nur Ika Prihanani, M.Sc., diskusi, praktik pengamatan daging, dan pemeriksaan cemaran pada PSAH. Tujuan dari kegiatan desiminasi ini adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mutu dan keamanan PSAH, memberikan informasi jenis PSAH yang umum dikonsumsi dan kandungan gizinya, cara penanganan dan penyimpanan PSAH, serta risiko penyakit yang dapat ditularkan melalui pangan (foodborne diseases).

Penelitian terbaru dari tim peneliti gabungan dari dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkap bahwa jenis pakan dan jenis kelamin merupakan dua faktor utama yang memengaruhi risiko infeksi cacing strongyle pada sapi di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi yang hanya diberi pakan berupa rumput segar memiliki peluang hampir lima kali lebih tinggi untuk terinfeksi dibandingkan sapi yang mendapat pakan campuran antara rumput dan konsentrat. Dari total 130 ekor sapi yang diperiksa, sebanyak 23,08 persen dinyatakan positif terinfeksi cacing strongyle berdasarkan pemeriksaan mikroskopis terhadap sampel feses. Temuan ini menegaskan pentingnya manajemen pakan yang baik dan higienitas lingkungan dalam menekan risiko penyebaran parasit. Kondisi iklim tropis dengan suhu dan kelembapan tinggi di Gunung Kidul juga diketahui mendukung perkembangan larva parasit di padang rumput, sehingga memperbesar potensi penularan di peternakan rakyat.
Koinfeksi LSD dan PMK, Mungkinkah Terjadi pada Sapi Indonesia?


Dua penyakit menular pada sapi kembali menjadi perhatian dunia peternakan di Indonesia: Lumpy Skin Disease (LSD) dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Keduanya sama-sama disebabkan oleh virus dan menimbulkan dampak besar terhadap kesehatan dan produktivitas ternak. Hasil penelitian tim Program Studi Teknologi Veteriner, Departemen Teknologi Hayati dan Veteriner (DTHV), Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan bukti adanya infeksi ganda (koinfeksi) dua virus berbeda pada satu individu sapi.




