Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) adalah penyakit menular yang menyerang sapi, disebabkan oleh virus dari kelompok Capripoxvirus. Penyakit ini menyebabkan munculnya benjolan-benjolan besar pada kulit, demam, lemas, serta penurunan nafsu makan. Di Yogyakarta, khususnya di wilayah Kulon Progo, kasus LSD pada sapi sudah mulai ditemukan sejak tahun 2023. Penyakit ini menjadi masalah serius karena bisa menurunkan produktivitas ternak dan menyebar dengan cepat. Melihat kondisi tersebut, drh. Fajar Budi Lestari, M.Biotech., Ph.D. dosen dari Program Studi Teknologi Veteriner, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama beberapa mahasiswanya, melakukan penelitian untuk mengetahui dampak penyakit ini secara lebih dalam, khususnya melalui pemeriksaan darah atau yang dikenal dengan istilah hematologi.
Pemeriksaan darah sangat penting karena dapat menunjukkan kondisi kesehatan sapi secara keseluruhan. Ketika sapi terinfeksi LSD, sistem kekebalan tubuhnya akan terganggu. Hal ini bisa terlihat dari perubahan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Misalnya, jika jumlah sel darah putih menurun, itu berarti tubuh sapi sedang kesulitan melawan infeksi. Pemeriksaan darah juga bisa membantu mengetahui seberapa parah penyakit yang diderita, apakah sapi sedang dalam kondisi akut atau mulai membaik, dan apakah diperlukan pengobatan tambahan. Dengan kata lain, pemeriksaan darah bukan hanya membantu diagnosis, tapi juga penting untuk pemantauan dan pengambilan keputusan dalam perawatan sapi.
Sudah ada beberapa penelitian sebelumnya tentang LSD di Yogyakarta yang dilakukan oleh peneliti dari berbagai institusi. Namun, sebagian besar penelitian tersebut lebih fokus pada gejala luar, pengujian virus, atau konfirmasi laboratorium. Belum ada penelitian yang secara khusus membahas kondisi darah sapi yang terinfeksi LSD. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan oleh tim dari Teknologi Veteriner SV UGM ini menjadi yang pertama di wilayah ini yang meneliti bagaimana penyakit LSD memengaruhi kondisi darah sapi. Penelitian ini memberikan sudut pandang baru untuk memahami bagaimana tubuh sapi bereaksi terhadap infeksi virus LSD.
Manfaat dari penelitian ini sangat luas. Hasilnya bisa digunakan oleh dokter hewan dan petugas lapangan untuk membantu diagnosis yang lebih akurat, serta menentukan perawatan yang paling tepat. Data ini juga bisa membantu pemerintah daerah, khususnya Dinas Peternakan, dalam menyusun program pencegahan dan pengendalian penyakit yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Bagi peternak, pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan darah bisa meningkatkan kesadaran akan deteksi dini dan perawatan yang cepat sebelum kondisi ternak memburuk. Di sisi lain, penelitian ini juga menjadi sarana pembelajaran dan penguatan kemampuan mahasiswa dalam praktik lapangan dan riset ilmiah.
Selain manfaat langsung bagi ternak dan peternak, penelitian ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Penelitian ini mendukung upaya mengurangi kelaparan (SDG 2) dengan menjaga produktivitas ternak, meningkatkan kesehatan hewan dan masyarakat (SDG 3), serta mendorong praktik peternakan yang bertanggung jawab (SDG 12). Dengan memahami penyakit lebih dalam melalui pemeriksaan darah, kita bisa merancang langkah pencegahan dan pengobatan yang lebih baik, sekaligus menjaga lingkungan tetap sehat (SDG 13). Artinya, penelitian ini tidak hanya penting bagi Yogyakarta, tapi juga mendukung agenda global untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.